Senin, 17 November 2008

Di Hutan


Sebenernya gue cuma mau jalan-jalan doang hari itu. Soalnya di rumah gue suntuk, akhirnya ya gue putusin buat jalan-jalan di hutan sekedar buat refreshing. Setelah lama jalan-jalan dan hari sudah menjelang sore, hutan itu juga udah mulai gelap, gue melihat ada sosok yang lagi jalan ke arah gue. Makin lama, makin jelas ternyata dia cewek, gue tebak umurnya nggak lebih dari 15 taun, malah mungkin kurang karena tubuhnya masih langsing dan dadanya juga belon begitu besar. Dia pakai celana pendek sama t-shirt.

Buset, pahanya yang putih itu bikin gue menelan ludah. Pasti dia anak orang kaya yang lagi berkemah atau menginap di salah satu villa yang ada di sekitar hutan ini. Gue nggak tau kenapa dia bisa sampai masuk hutan, sendirian lagi, yang jelas gue nggak tahan kalo musti ngelepasin kesempatan yang baek ini, karena gue kebetulan udah lama nggak pernah ngerasain gimana nikmatnya tidur sama anak di bawah umur.

Gue cepet-cepet merunduk ke semak-semak yang ada sambil menunggu dia lewat. Begitu dia lewat langsung gue sergap dari belakang sambil menutup mulutnya, soalnya biar udah malem, tapi kita masih ada di pinggiran hutan, jadi gue nggak mau ambil resiko orang denger teriakan anak ini. Sambil meronta-ronta, gue bawa dia masuk lebih jauh ke tengah hutan. Kalo udah masuk di dalem hutan, gue jamin nggak ada yang bisa denger teriakan dia, soalnya orang-orang di sekitar situ percaya kalo hutan itu angker, padahal mereka nggak tau kalo ada tempat seukuran yang rada lapang tempat gue biasa nyepi. Ketika pas gue sampe ke tempat pribadi gue, pas ada sinar bulan purnama yang menerangi tempat itu, kebeneran juga soalnya sekitar gue udah gelap gulita.

"Lepaskan! Lepaskan! Jangan Om!" dia langsung berteriak-teriak ketika mulut gue lepas dari mulutnya. Om? Enak aja dia panggil gue Om, langsung aja gue kepalkan tangan gue dan gue pukul di keras-keras di perut. Dia langsung tersungkur ke tanah sambil megangin perutnya dan mengerang. Nggak cuma itu, langsung gue tendang punggungnya sampe dia berguling-guling nabrak batang pohon yang udah roboh. Setelah itu gue tarik rambutnya yang sebahu sampe mukanya deket sama muka gue.

"Sekarang dengerin anak kecil!" kata gue pelan tapi pasti. "Gue bukan om elo, tapi elo sebaeknya jangan banyak tingkah, kalo nggak mau mati! Gue cuma pengen ngajarin elo kesenengan yang belon pernah elo dapetin di sekolah elo! Tau?!" Dia cuma menangis sambil mendorong-dorong-dorong gue, tapi tenaganya sudah lemah gara-gara gue tendang tadi.

"Jawab goblok!" bentak gue sambil menampar pipinya berkali-kali sampe memerah.

"Ampuuun, ampun!" dia menjerit kesakitan karena tamparan gue tadi. Gue langsung saja nggak buang waktu, dia langsung gue dorong ke batang kayu roboh tadi, sambil gue tindih, gue telanjangin dia. Mulai dari t-shirtnya terus celana pendeknya, gue tarik bh-nya sampe putus. Terakhir gue lepasin juga celana dalemnya sekaligus sepatu sama kaos kakinya. Akhirnya dia telanjang bulat sambil meronta-ronta karena tangannya gue pegangin sama tangan kiri gue. Wow, kulitnya bener-bener putih mulus, dadanya belon begitu besar tapi sudah membulat, vaginanya juga masih jarang rambutnya. Dia mengerang lemas ketika gue raba dan remas dadanya.

"Hei, lo suka ya?! Sabar aja ntar gue tunjukin yang lebih enak!" Gue melihat sekeliling gue, dan gue akhirnya nemu cabang pohon dengan diameter sekitar 5 cm. Dia sudah nggak bisa bergerak karena kesakitan gara-gara pukulan gue, tapi buat amannya gue pukulin juga tuh cabang ke perutnya berkali-kali sampe perutnya membiru. Dia masih sadar tapi yang pasti dia nggak bakalan bisa bergerak buat lari dari gue.

"Nah, enaknya gue mulai dari mana nih?" tanya gue sama dia. "Dari depan atau dari belakang?" Dia cuma bisa mengeluarkan desahan sakit, sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.

"Gue mulai dari depan aja ya? Pasti lo masih perawan kan?" Selesai ngomong itu, gue langsung mendorong cabang pohon tadi masuk ke vaginanya. Karena sempit gue sampe musti melebarkan bibir vaginanya supaya cabang tadi bisa masuk sedikit. Dia merintih-rintih ketika cabang tadi mulai masuk sedikit demi sedikit. Gue terus mendorong cabang tadi sambil memutar-mutarnya. Dia langsung menjerit kesakitan ketika gue lakukan itu. Itu yang gue pengen denger dari tadi, kontol gue langsung tegang banget. Ketika dia menjerit sekeras-kerasnya gue merasa cabang pohon tadi nggak bisa masuk lebih dalem lagi. Lalu gue mulai menarik dan mendorong cabang tadi sambil memutar-mutarnya, yang pasti bakalan membuat dia lebih kesakitan kalo gue denger dari jeritannya. Kepalanya mengeleng-geleng sampai terantuk-antuk ke batang pohon tempat dia berbaring sampai memohon gue agar gue berhenti. Goblok bener dia, tentu saja gue nggak bakalan berhenti! Setelah beberapa kali tusukan, cabang pohon tadi mulai berubah jadi merah, karena darah yang keluar dari vaginanya. Ada juga yang meleleh keluar dan mengalir turun lewat pahanya. Gue terus menusuk-nusuk vaginanya sampe sekitar 10 menit, sampe dia nggak bisa mengerang hanya bisa mendesah dan mengigit bibir kesakitan. Gue liat ada darah juga di sekitar bibirnya gara-gara digigit terlalu keras sama dia.

Akhirnya gue nggak bisa tahan lagi, gue musti masukin kontol gue. Langsung saja gue buka celana gue, kontol gue langsung bergoyang-goyang tegang. Lalu gue cabut cabang pohon tadi dari vaginanya, gue liat bibir-bibir vaginanya langsung menutup lagi, diiringi tarikan nafas anak itu. Karena gue udah nggak tahan lagi, lagsung aja gue balikin badannya yang sudah lemah lunglai itu sehingga pantatnya menghadap ke arah gue. Gue buka belahan pantatnya, gue liat lobangnya kecil sekali, wah dia bakalan kesakitan kalo gue masukin kontol gue, tapi gue nggak peduli, yang jelas gue nggak bisa bayangin gimana nikmatnya jepitan lobang itu. Sambil membuka belahan pantatnya gue arahin kepala kontol gue ke lobang kecil tadi, lalu gue pegang bahu anak tadi erat-erat sambil mulai mendorong masuk.

Ya Tuhan, sempit banget, gue sampe meringis-ringis, dia juga mulai meronta-ronta begitu sadar apa yang bakalan gue kerjain di pantatnya. Tapi pelan-pelan, lobang tadi mulai membuka buat kontol gue, mulai masuk sampai kepala kontol gue dan terus maju pelan-pelan. Ketika gue dorong kontol gue, dia kembali merintih-rintih seakan-akan kehabisan nafas.

Akhirnya dengan dorongan terakhir yang keras masuk juga kontol gue ke lobang pantatnya. Lalu gue nggak nunggu-nunggu lagi, langsung aja gue maju mundur. Gue nggak pelan-pelan lagi sekarang, gue gerakin pinggul gue cepat dan keras. Sampai badan anak tadi terguncang-guncang, terdorong maju mundur. Gue liat dada dan perutnya mulai berdarah-darah karena bergesekan dengan kulit pohon yang kasar. Lama kelamaan kontol gue jadi kemerah-merahan, selain gara-gara sempit sekali, ada juga darah yang nempel ke kontol gue. Sekitar 15 menit gue gerakin pinggul gue, darah yang keluar udah ada di mana-mana. Sampe meleleh turun lewat pahanya ke tanah.

Gue merasa gue bakalan keluar nggak lama lagi, begitu sudah hampir puncaknya, gue langsung cabut kontol gue dan langsung gue tarik rambut anak itu. Dia langsung mengerang sakit, dan saat itu juga gue masukin kontol gue ke mulutnya yang terbuka. Dia langsung tersengal-sengal karena kontol gue masuk langsung masuk ke kerongkongannya, bikin dia sulit bernafas. Dia berusaha menarik kepalanya tapi nggak bisa, malah gara-gara gerakannya itu dan gesekan kontol gue dengan lidahnya gue nggak bisa nahan lagi. sambil mengerang gue keluarin sperma gue ke mulutnya langsung masuk lewat kerongkongan. Gue liat dia melotot ketika ada cairan ketal masuk ke kerongkongannya. Gue tahan kontol gue di mulut anak itu sampe sekitar satu menit, sampe sperma gue habis gue keluarin ke mulutnya, ada juga yang gue liat meleleh keluar, mengalir lewat dagu, leher dan nempel di puting susunya.

Akhirnya gue tarik kontol gue yang udah mulai lemas dari mulutnya. Dia langsung tersungkur ke tanah dan muntah-muntah ngeluarin isi perutnya.

"Dasar lo goblok nggak tau barang enak!" kata gue. "Muka lo kotor tuh, gue bersiin ya?!" sambil berkata itu gue langsung kencing ke mukanya, air seni gue membasahi seluruh muka, rambut sampe dadanya. Langsung aja dia muntah-muntah lagi sampe lemas nggak berdaya, karena nggak ada lagi yang bisa dikeluarin dari perutnya.

Jam gue udah nunjukin jam 2 pagi, ketika gue kembali berpakaian. Gue hampiri dia yang tergolek lemas, gue liat air matanya mengalir terus biarpun dia nggak ngeluarin suara tangisan.

"Lo mau lagi?" tanya gue. Dia nggak bergerak cuma gue liat mukanya yang pucat tambah pucat lagi. "Ah, tapi punya lo udah rusak gara-gara ini. Gue jadi nggak nafsu!" kata gue. "Laen kali aja deh!" kata gue sambil nunjukin cabang pohon yang berlumuran darah ke mukanya.

Setelah selesai gue ngomong itu, langsung aja gue pukul dadanya pake tuh cabang, gue pukul punggungnya, pahanya, vaginanya. Kadang juga gue tendang perutnya sampe dia nggak bergerak lagi, matanya melotot ngeri. Gue raba nadinya, ternyata masih ada denyutan. Gue langsung berdiri dan berjalan ninggalin dia keluar hutan. Gue nggak peduli mau ada yang nemuin dia atau nggak, kalo dia nggak kuat dia bakalan mati juga. Lagipula gue siang nanti mo ke Jepang, jadi nggak ada yang bisa nemuin gue!

Tidak ada komentar: